Kamis, 19 Februari 2015

SURVIVAL MUTLAK

Aktivitas di alam terbuka sering memunculkan situasi darurat. Tersesat, terhadang cuaca buruk, atau kehabisan bekal. Jangan panik, tumbuhan liar hutan menyediakan aneka daun, buah, umbi, batang yang bisa dimakan, asalkan kita mengenal ciri - cirinya.

Kalau anda mengaku pencinta alam yang doyan menempuh rimba atau mendaki gunung, pasti kenal dengan istilah survival, yaitu upaya untuk bisa bertahan hidup di alam liar. Pengetahuan survival wajib dikuasai oleh para petualang untuk menghadapi situasi darurat lantaran kehilangan orientasi atau kehabisan bekal.

Kiat hidup darurat ini penting, soalnya alam kerap sulit diprediksi perilakunya, walaupun sejak awal Anda telah mempersiapkan segala sesuatu secermat mungkin. Misalnya peta lokasi, kompas, global positioning system (alat untuk mengetahui posisi sesaat dengan bantuan satelit), alat komunikasi ( HT,HP ), bekal, dan obat - obatan.

Dengan pengetahuan survival yang andal, anda seperti mempunyai jurus pamungkas yang sewaktu-waktu bisa dikeluarkan di saat posisi terjepit. Sebagian dari ilmu survival itu adalah pengetahuan tentang aneka tumbuhan liar yang layak dan aman untuk dimakan.

Menurut para ahli, 10% dari keseluruhan jenis tumbuhan berbunga di dunia ada di Indonesia. Artinya kita memiliki kurang lebih 25.000 jenis tumbuhan berbunga. Jika ditambah dengan tumbuhan tak berbunga dan jamur, maka jumlahnya akan berlipat - lipat. Dari keseluruhan jenis tumbuhan itu ada yang beracun, ada yang bisa dimakan, dan ada yang disarankan untuk dimakan.

Tak beracun = dimakan satwa
Untuk mengetahui apakah suatu jenis tumbuhan di hutan aman atau tidak untuk dimakan, ada beberapa kunci yang bisa dijadikan pegangan.

Tumbuhan yang daun, bunga, buah, atau umbinya biasa dimakan oleh satwa liar, adalah tumbuhan yang tidak beracun. Jadi kita bisa mengkonsumsinya. Sementara, tumbuhan yang berbau tidak sedap dan bisa membuat pusing, serta tidak disentuh oleh binatang liar, sebaiknya jangan disentuh. Juga tumbuhan bergetah yang membikin kulit gatal, dianjurkan untuk dihindari.

Tumbuhan lain yang perlu disingkirkan adalah tanaman yang daunnya bergetah pekat, berwarna mencolok, berbulu, atau permukaannya kasar. Tanaman dengan daun yang keras atau liat juga jangan dikonsumsi. Jika mendapatkan tumbuhan kemaduh ( Laportea stimulans ) waspadalah lantaran bulu pada daunnya membuat kulit gatal dan panas.

Sementara itu beberapa jenis tumbuhan yang mungkin ditemui di hutan dan dapat dimakan meliputi beragam jenis. Di antaranya keluarga palem-paleman, misalnya kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah, aren, dan siwalan. Bukan hanya bagian umbutnya ( bagian ujung batang muda dan berwarna putih ) yang bisa dimakan, tapi juga buahnya ( seperti kelapa dan siwalan ).

Hindari warna mencolok
Selain tumbuhan di atas, jamur juga bisa menjadi dewa penyelamat bila tersesat. Menurut literatur, sudah ditemukan 38.000 jenis jamur di seantero dunia. Di antaranya ada yang enak dimakan, tapi sayang, yang tidak boleh dimakan karena beracun lebih banyak lagi. Tidak heran bila budaya makan jamur yang layak konsumsi konon sudah ada sejak jaman Mesir Kuno.

Untuk mengetahui jamur itu beracun atau tidak, bisa dilihat dari bentuk, warna, dan tempat tumbuhnya. Sementara di laboratorium, bisa dilakukan analisis secara kimiawi maupun dengan hewan percobaan. Tetapi jika sedang dihadapkan pada masalah mendesak survival di hutan belantara, mustahil bisa pergi ke laboratorium dulu untuk memastikan apakah jamur yang ditemukan itu beracun atau tidak. Karena itu kita perlu mengenal jamur - jamur yang biasa dikonsumsi masyarakat.

Untuk menghindari makan jamur liar beracun, perlu diketahui ciri - cirinya. Yaitu, warna payungnya gelap atau mencolok misalnya biru, kuning, jingga, merah. Perkecualian untuk jamur kuping dengan payung coklat yang toh juga dapat dimakan.

Bau tidak sedap lantaran kandungan asam sulfida atau amonia juga sekaligus menunjukkan jamur tersebut tak layak konsumsi.

Tahukah anda, beberapa jenis jamur ada yang memiliki cincin atau cawan pada tangkainya, misalnya jenis Amanita muscaria, dalam bahasa Jawa disebut supa - upas. Bentuknya seperti payung putih kekuningan, bagian payungnya warna merah bintik - bintik putih. Awas, racun pada jamur ini tergolong racun kuat. Beda dengan jamur merang ( Volvariella volvacea ), meski mempunyai cincin tetapi bisa dimakan.

Jamur beracun umumnya tumbuh di tempat kotor, misalnya pada kotoran hewan dsb. Mereka dapat berubah warna jika dipanasi. Jika diiris dengan pisau perak atau digoreskan pada perkakas perak akan meninggalkan warna biru. Warna biru ini disebabkan kandungan sianida atau sulfida, yang beracun. Sementara nasi akan berwarna kuning jika dicampur jamur beracun. Petunjuk lain, ia juga tidak dimakan oleh hewan liar.

Repotnya jenis jamur ini juga berbahaya kalau sampai sporanya menempel pada kulit, karena dapat menyebabkan kulit gatal, bahkan melepuh. Bagaiamana ciri - ciri orang yang keracunan jamur? Selidikilah, apakah ia pusing, perut sakit terutama ulu hati, mual, sering buang air kecil, tubuh lemas, pucat? Jika ia muntah, adakah darah pada muntahannya? Racun akibat jamur cukup ganas juga, kalau tidak tertolong korban bisa meninggal setelah 3 - 7 hari.

Sebelum dimakan, tumbuhan liar di hutan sebaiknya dimasak dulu untuk mengurangi dampak buruk seperti diare dan alergi. Bagaimana kalau sedang coba - coba makan tumbuhan hutan lantas keracunan? Masih ada upaya menetraliskan. Upayakan untuk memuntahkannya dengan jalan "dipancing - pancing". Jika sudah muntah minumlah air kelapa. Pil norit mungkin bisa juga membantu mengurangi kadar racun, kalau ada

Jenis jambu - jambuan yang masuk dalam keluarga Myrtaceae juga banyak dijumpai di hutan. Ciri - ciri Myrtaceae adalah daunnya berbau agak manis jika diremas. Bunganya memiliki banyak sekali benang sari dengan buah yang enak dimakan.

Tumbuhan semak dari keluarga begonia juga bisa jadi penyelamat dalam keadaan darurat. Daun begonia umumnya berbentuk jantung tidak simetris. Beberapa jenis dijadikan tanaman hias. Bila tangkai daunnya yang masih muda dikupas dan dimakan, rasanya masam dan sedikit pahit.

Beberapa jenis keladi umbinya bisa dimakan, meski pada jenis lain umbinya menyebabkan gatal di mulut dan bibir. Untuk itu dianjurkan untuk tidak sembarangan melahap keladi hutan. Sebaiknya dicoba dulu dalam jumlah kecil. Hindari makan iles - iles ( Amorphophallus sp. )

Tumbuhan merambat dan melilit di pohon lain, bisa dimakan jika lilitan batang ke arah kanan (searah dengan jarum jam). Di antaranya gembili ( Dioscorea aculeata ), gembolo ( Dioscorea bulbifera ), ubi rambat. Tapi bila arah lilitannya ke kiri ( berlawanan arah jarum jam ) dan batangnya berduri, harus ekstrahati-hati. Jenis yang kedua ini misalnya gadung ( Dioscorea hispida ), yang beracun, walau tetap dapat dimakan setelah melalui proses pengolahan khusus.

Sementara keluarga rumput - rumputan seperti tebu dan beberapa jenis bambu, rebungnya enak dimakan. Demikian pula pisang hutan bisa langsung dikonsumsi.

Di tempat yang lembap dan tinggi, jenis paku - pakuan tunas dan daun mudanya enak dimakan. Tumbuhan lain yang buahnya juga bisa dimakan misalnya markisa ( Passiflora sp.). Markisa ini adalah tumbuhan merambat dengan bunga khas. Beberapa anggota keluarga sirsak ( Annonaceae ), misalnya Annona muricata, daging buahnya segar. Buah lainnya semisal senggani ( Melastoma sp.), arbei hutan ( Rubus ), dan anggur hutan.

Rabu, 18 Februari 2015

Tempat terbaik untuk melihat Edelweis di Indonesia

"Edelweiss.. Edelweiss.. Every morning you greet me. Small and white, clean and bright. You look happy to meet me.."

Itulah salah satu lirik lagu berjudul Edelweiss yang dinyanyikan dalam film musikal ternama, Sound of Music. Sesuai lirik lagunya, bunga ini berwarna putih dan bentuknya kecil. Edelweis hidup di dataran tinggi, ribuan meter di atas permukaan laut.

Para pendaki gunung umumnya akrab dengan Edelweis. 'Bunga Abadi' ini tumbuh di dataran tinggi, khususnya di puncak-puncak gunung. Di Indonesia, Edelweis terbanyak adalah spesies Anaphalis javanica yang tersebar di Pulau Jawa. Walaupun termasuk spesies langka, tentu saja anda bisa mendatangi langsung habitat alami bunga ini. Dan itu berarti anda harus mendaki gunung. Inilah tempat di Indonesia yang bisa anda datangi untuk melihat si putih nan cantik ini.

1. Alun-alun Surya Kencana (Gunung Gede, Jawa Barat)

2. Alun-alun Mandalawangi (Gunung Pangrango, Jawa Barat)

3. Plawangan Sembalun (Gunung Rinjani, Lombok)

4. Tegal Alun (Gunung Papandayan, Jawa Barat)

Selain tempat yang disebutkan di atas, Indonesia masih punya beberapa tempat lain yang menjadi habitat bunga Edelweis. Dan akan lebih baik jika anda tidak memetik bunga tersebut demi kelestarian bunga abadi ini.

Selasa, 17 Februari 2015

Misteri Adzan di Tengah Hutan Gunung Slamet, Ini Penjelasan Pakar

Misteri Adzan di Tengah Hutan Gunung Slamet, Ini Penjelasan Pakar Tiga orang pendaki dari Universitas Veteran Yogyakarta yang tersesat dan hilang dalam pendakian ke Gunung Slamet telah ditemukan, Ahad (15/2/2015). Mereka ditemukan oleh Tim SAR Gabungan di ketinggian antara 2.658 mdpl hingga 2.792 mdpl.

Yang menarik, mereka menceritakan bahwa di tengah hutan saat hari mulai gelap mereka mendengar suara misterius seperti kumandang adzan. Padahal, di sana tidak ada orang dan tidak ada permukiman.

Suara misterius itu pula yang disampaikan oleh pendaki ketika mereka sempat mengirimkan SMS ke SAR Purbalingga untuk memberitahukan bahwa mereka tersesat, Jum’at 13 Februari 2015. Sayangnya, info tersebut tidak bisa dijadikan data untuk melacak lokasi keberadaan mereka.

Untungnya, pencarian Tim SAR Gabungan akhirnya berhasil. Tim SAR Gabungan menemukan lokasi mereka di antara Pos 4 dan Pos 5 Gunung Slamet.

Lalu, bagaimana dengan suara adzan misterius yang mereka dengar? Tim SAR menjelaskan, apa yang mereka dengar bukanlah hal yang aneh. Suara seperti itu masuk akal dan wajar terdengar.

“Mendengar suara seperti itu di tengah hutan bukan sesuatu yang aneh, karena pada prinsipnya, suara aktivitas dari kaki gunung bisa merambat dan dapat terdengar hingga ke hutan di atas gunung,” kata Daru, Humas SAR Yogyakarta, seperti dikutip Viva.co.id.

Airlangga Firgianto, Januar Renaldo, dan Ronald Vidi Adiguna melakukan pendakian Gunung Slamet dari jalur Blambangan. Mereka mulai mendaki pada Sabtu 7 Februari 2015. Seharusnya mereka sudah kembali pada Kamis 12 Februari 2015. Namun karena tersesat, mereka kemudian mulai dicari Tim SAR dan ditemukan kemarin. [Siyasa/bersamadakwah]

Selasa, 10 Februari 2015

Profil Gunung Raung

Inilah Gunung yang sering di sebut memiliki track
paling Ekstrim di pulau Jawa. Berada di antara
Kabupaten Bondowoso, Jember dan Banyuwangi.
Gunung Raung menjulang 3332 Meter diatas
permukaan laut serta memiliki kaldera dengan
kedalaman 500 meter. Gunung Raung merupakan
gunung berapi yang masih aktif dan selalu
mengeluarkan asap atau bahkan menyemburkan
api sesekali..
Dan di jalur Gunung inilah para Pendaki pecandu
Ekstrim memacu adrenalinnya.
Track pendakian yang terus menanjak tanpa
ampun sepanjang jalan dan tanpa adanya sumber
air menuntut para pendaki melakukan manajemen
air dan logistik dengan cermat. Vegetasi yang
begitu rapat akan menemani perjalanan kita
sampai camp 9. Sebelum akhirnya kita akan
melakukan track Summit atau tantangan pendakian
Raung yang sebenarnya.
Dari camp 9 inilah mulai terpampang kegarangan
puncak sejati raung. Dengan jalur menuju kesana
yang sangat memacu adrenalin. Jalur dengan
dibalut kanan-kiri jurang menganga dan tajamnya
batuan igir-igir sepanjang track ke puncak.
Dikejauhan juga tampak Puncak 17 yang berbentuk
piramid, Puncak Tusuk Gigi yang terdiri dari
susunan bebatuan yang lancip dan Triangulasi
Puncak Sejati Raung.
Untuk mencapai Puncak Sejati Raung ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Persiapan Alat : Tali Kern min 30m, Carrabiner,
Webbing, Harnezt, Ascender, Helm, Jumar, Tali
prusik. Semua harus dalam keadaan baik.
2. Skill Teknis : Anchoring, Ascending, Belaying,
descending Rappeling, Moving together. Minimal
dalam team harus ada yang menguasai sehingga
bisa jadi leader buat teman-temannya.
3. Motivasi Team : doa, keselamatan adalah
utama, saling dukung dan saling melengkapi.
4. Bekal Team : Makanan ringan,
air minum, alat tambahan: kamera, GPS.
Jika semua uda dibawa dan disiapkan, kita akan
mulai menggunakan peralatan itu tepat di puncak
bendera. Mengingat
beberapa titik rawan yang harus
kita lalui.
Kalau semua peralatan sudah dikenakan oleh
masing-masing anggota team baru kemudian
petualangan ke puncak sejati dapat kita teruskan.
Kita tahu bahwa Jalur ini adalah jalur paling
berbahaya dan menegangkan, salah sedikit akan
fatal akibatnya, maka dari itu kewaspadaan,
konsentrasi dan fokus serta keselamatan menjadi
harga mati yang tidak dapat ditawar lagi.
Perjalanan dimulai turun dari puncak bendera
melipir igir-igir jurang berjalan satu-persatu dan
bergantian menjadi pilihan yang mutlak. Maka kita
akan sampai di titik rawan 1. Di titik ini kita harus
melipir tebing bebatuan dimana disebelah kanan
adalah jurang sedalam kurang lebih 50 meter,
maka kita harus memasang jalur pemanjatan
kurang lebih 5 meter, di jalur telah terpasang 1
buah hanger, 1 bolt dan di titik anchor atasnya
terdapat pasak besi yang telah tertanam,dan dapat
digunakan sebagai anchor utama.
Disini Leader melakukan artificial climbing sambil
memasang jalur pemanjatan. Dapat menggunakan
tali kern ataupun cukup membentangkan webbing.
Setiap pendaki wajib memasangkan carabinernya
jika melewati titik ini dan harus bergantian.
Setelah melewati titik rawan 1 maka kita menuju
puncak 17.
Sampai pada titik rawan yang ke 2 yaitu dibawah
puncak 17, Disini kita kembali harus membuat jalur
pemanjatan, dimana leader melakukan artificial
climb selajutnya. Setibanya di puncak 17
memasang fix rope untuk dilalui orang selanjutnya
dengan teknik jumaring. Atau pilihan lain adalah
kita tidak kepuncak 17 tetapi melipir lewat samping
puncak 17.
Disini bisa menggunakan moving together jadi
setiap anggota tim memasang carabinernya pada
kern yang dibentangkan antara anggota paling
depan dan paling belakang. Di titik ini juga
terdapat beberapa anchor tanam yang bisa kita
gunakan.
Dibutuhkan fokus dan konsentrasi ekstra karena
medan yang mudah rontok.
Setelah itu tibalah kita di titik rawan yang ke3 /
terakhir dimana kita harus memasang jalur untuk
menuruni tebing sekurangnya 20 meter. Untuk itu
menggunakan teknik rappelling untuk mencapai ke
bawah. Dititik ini juga sudah ada beberapa anchor
tanam dari besi yang dapat kita gunakan.
Jalur Kern kita tinggal disini dan akan kita
gunakan kembali nanti. Dilanjutkan dengan jalan
yang agak menurun ke bawah sampai bertemunya
jalur pungungan ke Puncak Tusuk Gigi. Dari situ
kita akan disuguhi hamparan bebatuan yang
semakin besar yang harus kita daki
Dari tempat istirahat ini perjalanan kembali
menanjak dengan tingkat kemiringan yang makin
tegak. Waspadai juga longsor batuan lepas dari
atas tidak membahayakan pendaki di bawahnya.
Jalur bebatuan ini akan berakhir di puncak Tusuk
Gigi dengan batuan sebesar rumah yang tersusun
menjulang.
Dari puncak Tusuk Gigi berorientasi ke kanan kita
melipir ke belakang dan kemudian berjalan agak
menanjak sekitar 100 meter tibalah kita di tempat
yang menjadi tujuan akhir dari pendakian kita,
PUNCAK SEJATI GUNUNG RAUNG 3332 MDPL,
ditandai dengan sebuah triangulasi dan
pemandangan sebuah kawah besar yang masih
aktif yang setiap saat mengeluarkan asapnya. Dari
bawah kawah ini sering mengeluarkan suara
dengan raungan yang menggelegar. Dan disinilah
segala lelah dan kerja keras pendakian tadi akan
lunas terbayar, setelah kita menyaksikan keindahan
luar biasa dan keagungan dari ciptaan-NYA, yang
seakan menyadarkan kita bahwa kita bukanlah
apa-apa dan hanyalah makhluk yang sangat kecil
di hadapan-Nya.

Senin, 09 Februari 2015

Menembus Kabut Misteri di Hutan Mati

Pendakian Gunung Papandayan dimulai dari Camp
David. Dari pos pertama itu, pendaki menyusuri
medan yang masih landai dengan jalanan berbatu.
Perjalanan tidak akan terasa karena bekapan
keindahan gunung di kanan-kirinya.
Gunung-gunung lain di kawasan Garut, seperti
Cikuray dan Guntur turut mewarnai perjalanan
menuju puncak Papandayan. Gunung itu begitu
indah saat sebagian puncaknya tertutup kabut atau
awan.
Setelah perjalanan sekitar satu jam, Kawah
Papandayan mulai terlihat di depan mata. Aroma
belerang menyengat. Medan mulai berganti
menjadi tanah keras berwarna putih dan kuning.
Yang menjadi khasnya, asap putih tipis mengebul
dari area kawan, melewati puncak gunung,
membumbung tinggi ke angkasa.
Setelah melewati Kawah Papandayan, medan mulai
terasa berat. Jalanan menjadi tanah yang sangat
licin saat diterpa hujan. Beberapa tanjakan terjal
pun harus dilalui. Saat itu, keyakinan diri dan
kesetiakawanan menjadi pegangan.
Setelah perjalanan selama sekitar tiga jam,
pendaki sampai di area kemah Pondok Saladah.
Area itu berupa padang rumput dan rumpun
pepohonan yang luasnya mencapai 8 hektar. Di
sanalah para pendaki mendirikan tenda. Dari
Pondok Saladah di ketinggian 2288 mdpl, dapat
terlihat pemandangan puncak gunung yang
bersalut kabut.
Pondok Saladah bukan tujuan utama pendakian.
Dari situ, pendaki bisa menelusuri keindahan di
sekitar yang khas Papandayan, termasuk hutan
mati. Itu merupakan areal yang dipenuhi
pepohonan kering, berdiri tegak dengan ranting-
rantingnya yang seperti menggelitik angkasa.
Jika di siang hari Hutan Mati terasa eksotis,
pemandangan berbeda akan terasa saat pagi atau
sore. Hutan Mati diselimuti kabut tebal. Nuansa
mistis kental terasa. Menembusnya, bagai
menyingkap tabir misteri yang berujung keindahan.
Hutan Mati menyajikan pesona misterius yang
membius langkah pendaki.
Menghentikan langkah di Hutan Mati sama saja
menyongsong kesia-siaan. Masih ada yang lebih
indah di atasnya. Pendaki perlu melewati jalan
landai dan tanjakan super terjal untuk menuju
Tegal Alun. Di sana, hamparan padang edelweiss
telah menanti. Rumpun-rumpun tanaman
menopang sekelompok bunga putih kecil yang
indah.

Goa Rancang Kencono (Pintu Gaib Menuju Merapi)

Kabupaten Gunung Kidul memang kesohor akan
pantai-pantainya yang indah dan menawan.
Namun pesona alam yang tak kalah indah juga
banyak kita temukan di sana. Salah satunya
berupa sebuah goa purba yang sangat menarik
yakni Goa Rancang Kencono. Goa yang berada di
desa Bleberan Kecamatan Playen tersebut konon
sudah berusia ratusan atau bahkan ribuan tahun.
Nama Rancang Kencono sendiri didapat karena di
goa inilah Laskar Mataram dulunya merancang
strategi perang melawan Penjajahan Belanda.
Keberadaan goa Rancang Kencono juga searah
dengan air terjun Sri Gethuk. Jadi bila kita kesana,
ibarat buy 1 get 1 free. Tidak seperti goa-goa pada
umumnya, goa Rancang Kencono seolah berada di
dalam tanah. Jadi untuk masuk kedalamnya, kita
harus menuruni beberapa anak tangga batu. Dan
tepat berada di depan mulut goa, terdapat sebuah
pohon Klumpit (Terminalia Edulis) yang masih
alami. Bagi sebagian masyarakat, kayu ini
dipercaya bertuah memudahkan permohonan yang
bersifat keduniawi-an.
Di kiri kanan pohon ini masih menyambung anak
tangga menuju ke mulut goa. Tepat di depan mulut
goa (berada di belakang pohon Klumpit) terdapat
semacam panggung kombinasi dari batu dan tanah
dengan halaman yang landai dan luas. Dari sinilah
kita bisa mulai menemukan stalagtit-stalagtit yang
menggantung menghiasi mulut goa.
Secara keseluruhan, goa Rancang Kencono
memang tidak begitu banyak berhias ornamen
selain stalagtit-stalagtit yang menggantung di
langit-langit goa. Namun justru karena tidak
adanya stalagmit pada lantai goa, berarti
memudahkan kita untuk melakukan berbagai
aktivitas di dalam goa. Karena luas dan
lapangannya tempat ini sering kali digunakan
untuk berbagai kegiatan seperti sarasehan,
camping, ataupun berbagai kegiatan lain.
Goa Rancang Kencono ini terbagi menjadi 3
ruangan. Ruangan pertama berupa pelataran yang
landai dan luas dengan cukup sinar matahari,
karena tempatnya berada di dekat mulut goa.
Menurut petugas di sana, konon di tempat ini
pernah ada kehidupan dari jaman prasejarah. Di
bagian dinding menuju ruangan kedua juga
terdapat semacam relief batu yang menurut
petugas mirip dengan jengklot.
Memasuki bagian ruangan kedua, jalanan semakin
sempit dan gelap. Petugaspun telah menyiapkan
beberapa lampu senter sebagai alat penerangan.
Di bagian ruangan kedua ini konon dipergunakan
untuk ruang semedi. Di ruangan ini terdapat
semacam meja batu yang konon digunakan untuk
bersila tatkala bersemedi.
Menuju ruangan ketiga (bagian terdalam dari goa),
jalanan sangat-sangat sempit. Untuk masuk
kedalamnya kita harus berjalan berjongkok satu
per satu. Namun ternyata begitu lorong sempit tadi
kita lewati, di dalam sana terdapat sebuah ruangan
yang luas. Kita bisa berdiri dan menyaksikan bukti-
bukti perjuangan laskar Mataram di sini. Di dinding
goa pada ruangan ini terdapat semacam “prasasti”
atau janji prajurit yang tulisan “Prasetya
Bhinnekaku” di bagian atasnya, serta lambang
burung garuda di sampingnya.
Tak jauh dari “prasasti” atau sumpah prasetya tadi
juga terdapat ornamen unik yang berbentuk seperti
sebuah kunci yang menempel pada dinding goa.
Menurut petugas, konon kunci ini merupakan kunci
gaib yang membuka jalan dari goa Rancang
Kencono ke Gunung Merapi.
Terlepas benar atau tidaknya penjelasan tersebut,
Goa Rancang Kencono memang merupakan goa
unik yang patut kita jaga dan kita lestarikan
keberadaannya. Sayangnya tangan-tangan jahil
lebih dulu mengotori goa ini dengan berbagai
coretan-coretan yang tak berarti namun sangat
mengurangi nilai historis dan keindahan goa itu
sendiri.

Sabtu, 07 Februari 2015

Pesona Gunung Salak yang Misterius





"Manusia cuma bisa menjejak puncak, tapi tak
pernah bisa menaklukan gunung." (Gasten
Rebuffat- The Great Alpinist/ ahli mountaineering,
1921-1985, Prancis)
Tulisan ini tertera pada sebuah papan yang
ditempel di sebuah pohon di jalur pendakian
Gunung Salak, Jawa Barat. Kalimat ini seolah
mengingatkan para pendaki untuk tidak berlaku
pongah dan sombong karena telah menjejakkan
kaki di puncak gunung.
Alam tak pernah takluk meski jutaan manusia telah
menjamahnya. Sebaliknya, manusia yang
seharusnya bersyukur karena telah diberi
penghidupan oleh alam, dan diberi kesempatan
menikmati ciptaan Ilahi.
Bukan tanpa alasan papan tersebut dipasang di
jalur pendakian Gunung Salak. Berbagai peristiwa
yang terjadi di gunung yang memiliki tiga puncak
ini menjadi pembuktian bahwa alam tak pernah
dapat sepenuhnya ditaklukkan manusia.
Daftar panjang pendaki yang hilang, dan pesawat
jatuh merupakan beberapa isyarat untuk tidak
pernah meremehkan alam. Belum lagi legenda
yang berkaitan dengan Prabu Siliwangi atau Sri
Baduga Maharaja, raja terakhir Kerajaaan
Padjadjaran.
Sebagian masyarakat Tatar Sunda meyakini Prabu
Siliwangi beserta Kerajaan Padjadjaran dan
prajuritnya menghilang secara misterius di Gunung
Salak setelah terdesak pengaruh Islam yang
disebarkan anaknya sendiri, Kian Santang.
Terlepas berbagai peristiwa yang hingga kini masih
misterius itu, Gunung Salak yang terletak di
perbatasan Sukabumi dan Bogor ini masih memiliki
pesona dengan banyaknya air terjun alami yang
seolah mengelilingi gunung ini.
Terdapat Curug Cigamea, Curug Seribu, Curug
Ngumpet, Curug Pangeran, Curug Nangka, Curug
Luhur, dan lainnya.
Selain itu sebagai gunung api strato tipe A,
Gunung Salak memiliki sebuah kawah dengan luas
yang cukup besar bernama Kawah Ratu. Deru
suara uap, asap yang terus mengepul, bau
belerang yang menyengat, dan pepohonan yang
mengering menandakan kawah yang berada di
pinggang Gunung Salak ini masih aktif.
Untuk menegaskan hal itu, beberapa papan
dipasang oleh petugas Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) sebagai peringatan
kepada pengunjung akan bahaya menghirup gas
yang dikeluarkan karena dapat menyebabkan
kematian.
Meski demikian, puluhan hingga ratusan orang
setiap harinya mengunjungi kawah yang berada di
ketinggian 1.437 mdpl ini. Sekadar untuk
menikmati keindahan pemandangan dan aktifitas
geologi di Kawah Ratu, atau melintasi kawah ini
saat mendaki ke Puncak Salak.
Bahkan, pada hari-hari tertentu seperti akhir
pekan, beberapa pengunjung ada yang nekat
mendirikan tenda dengan jarak sekitar 100 meter
dari area kawah.
Untuk sampai area Kawah Ratu yang masih berada
di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, pengunjung dapat beristirahat dengan
mendirikan tenda atau menyewa penginapan di
Desa Gunung Bunder, Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor sebelum memulai pendakian
melalui Gerbang Gunung Bunder atau naik melalui
gerbang di Desa Pasir Reungit.
Dengan jarak sekitar 5 km Gunung Bunder menuju
Kawah Ratu dapat ditempuh sekitar 3 jam bagi
yang terbiasa mendaki. Sedangkan jika melalui
Pasir Reungit dengan jarak sekitar 3,6 km, Kawah
Ratu dapat ditempuh sekitar 2 jam.
Sementara jika melalui Sukabumi, jalur pendakian
dapat dimulai dari Bumi Perkemahan Cangkuang,
Cidahu dengan jarak sekitar 4,5 km.
Puncak Salak I dengan ketinggian 2.211 meter di
atas permukaan laut (m.dpl) lebih rendah
dibanding tetangganya Gunung Gede (2.958 m.dpl)
atau Gunung Pangrango (3.019 m.dpl), namun
Gunung Salak dikenal sebagai gunung yang
memiliki karakter jalur lebih terjal dengan
pepohonan yang rapat.
Hutan lebat yang menutupi tubuh gunung membuat
kontur tidak mudah terlihat. Jalur yang terjal
dengan dipenuhi bebatuan membuat jalur menuju
Kawah Ratu sulit dilalui terutama jika hujan turun.
Medan yang cukup sulit ini justru membuat
Gunung Salak kerap menjadi lokasi pelatihan dan
pendidikan kelompok-kelompok pecinta alam.
Semua kesulitan dan cerita mengenai gunung yang
namanya berasal dari kata Salaka atau perak
dalam bahasa Sanskerta ini tak terasa begitu
menapaki jalur pendakian.
Melalui gerbang Pasir Reungit, sepanjang jalur
pendakian, pengunjung akan disuguhi hijaunya
pepohonan, beningnya Sungai Cikuluwung dan
suara kawanan burung penghuni Gunung Salak.
Setelah perjalanan sekitar satu jam lebih, aroma
belereng mulai tercium. Bau belereng yang semakin
menyengat menandakan pengunjung harus mulai
menggunakan masker karena akan tiba di Kawah
Mati I dan Kawah Mati II, sebelum akhirnya tiba di
Kawah Ratu sekitar setengah jam kemudian.
Sesampainya di Kawah Ratu, rasa lelah melewati
jalanan terjal yang terkadang licin terbayar tuntas.
Namun gas berbahaya yang dihasilkan membuat
pengunjung tak dapat berlama-lama menikmati
fenomena alam yang menakjubkan ini.
Dari Kawah Ratu, pengunjung dapat melanjutkan
perjalanan menuju Puncak Salak I dengan waktu
tempuh sekitar 3 jam, dan kembali ke Gunung
Bunder atau ke Cidahu, Sukabumi.
Apapun pilihannya, pendaki harus selalu mengingat
perjalanannya bukan untuk menaklukkan alam,
tetapi menikmati dan mensyukuri karunia-Nya.